Kamis, 29 Maret 2012

Jangan Tangisi Kematianku (1)

Kematian memang menyakitkan. Kehilangan seseorang yang selalu ada ketika dalam hidup, kehilangan senyum dan canda mereka yang dapat membesarkan hati dan semangat, hidup hampa dari kebaikan yang diberikan selama hidup. Perih.

Rasulullah pun juga manusia. Semulia apapun akhlaknya, beliau tidak bisa menahan sakitnya kematian. Beliau meneteskan air mata saat kematian kedua anaknya. Ini menunjukkan bahwa menangis itu manusiawi! Semua orang berhak menangis, dan Rasulullah memperbolehkan hal ini.



Namun ketahuilah teman, akan lebih baik dan lebih utama apabila semua itu disikapi dengan tidak menangis. Sebagian Ulama mengatakan makruh, sebab Rasulullah pernah bersabda,



“Apabila ada seseorang yang meninggal, kemudian ada orang yang menangisinya mengatakan, ‘duhai gunungku, duhai sandaranku!’, dan lain sebagainya niscaya ada dua malaikat yang ditugaskan kepada mayit itu, menusuk-nusuk badan mayit itu dan berkata, ‘apakah benar kau gunung? Benarkah kau sandarannya?’”

(rowayat Tirmidzi – Hadits Hasan)

Dalam Hadits Shahih juga dikatakan,

‘’Sesungguhnya mayit itu disiksa dengan tangisan keluarganya ke atasnya”

Dari Hadits-hadits di atas dapat disimpulkan bahwa mayit akan disiksa karena orang-orang menangisinya dengan berlebihan. Adapun Rasulullah menangis bukan karena beliau memang berniat menangis, melainkan karena beliau tak mampu menahan kesedihan yang menimpa. Namun yang perlu digarisbawahi adalah bahwa Rasulullah telah berusaha keras untuk tidak menangis. Hal ini terbukti beliau hanya meneteskan air mata saja, tidak sampai merintih apalagi meraung-raung seperti orang kesetanan. Hanya sesaat saja, tidak sampai hitungan jam, apalagi sampai menahun.

Rasulullah juga pernah bersabda ketika kematian cucunya,

“Pulanglah kepadanya (Zainab) dan beritahukan kepadanya bahwa Allah Ta’ala berwenang mengambil (apa yang diberi-Nya), dan berwenang menganugerahkan (apa yang dikehendakinya) dan segala yang ada di sisi Allah ada batas waktu yang telah ditentukan-Nya! Perintahkan kepadanya supaya dia bersabar dan mencari pahala Allah.”

Dalam hadits ini ada faedah yang agung bagi siapa saja yang mengamalkannya dengan iman yang mendalam: Jika seseorang dapat merasakan bahwa Allah Ta’ala berwenang menganugerahkan dan berwenang mengambilnya, niscaya ia tahu bahwa dirinya tidak mempunyai hak apa-apa, oleh karena itu ia tidak keberatan menghadapi musibah itu.

Jika perasaan yang demikian itu telah mengalahkan watak manusia, maka kesedihan akan musibah itu dapat ditolak dengan syari’at, yaitu dengan sabar dan mengharapkan pahala dan Ridho Allah. Jika hal ini tidak dapat dilakukan, maka kesedihan dan duka atas musibah itu hanya akan berlipat ganda karena kekosongan hati dari mengingat Allah Ta’ala. Sungguh Allah maha Kuasa Atas segala sesuatu, Maha Pengasih dan Maha Pemurah.


lintasberita
3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar